PANGANDARAN JAWA BARAT - Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran mencatat peningkatan kasus HIV selama tahun 2025. Hingga Oktober 2025, total 38 kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) ditemukan di wilayah Pangandaran, naik dari laporan sebelumnya sebanyak 35 kasus. Data tersebut terhitung sejak Januari hingga Oktober 2025.
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran, Yadi Sukmayadi, saat dikonfirmasi oleh tiga orang wartawan mengungkapkan bahwa sebagian besar' kasus baru ditemukan pada kelompok Lelaki Sama Lelaki (LSL), dari 38 kasus, 15 di antaranya berasal dari kelompok tersebut.
Menurut Yadi, kasus pada kelompok Lelaki Sex dengan Lelaki (LSL) cepat berkembang karena pola hubungannya cenderung memiliki lebih dari satu pasangan. Hal ini menyebabkan risiko penularannya cepat meningkat, apalagi jika tidak dilakukan pelacakan secara menyeluruh.
Sebagian besar kasus LSL temuan terbaru berasal dari wilayah Padaherang, itu hasil dari kegiatan screening Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang dilakukan Puskesmas Padaherang, Puskesmas Pangunjaya, dan Puskesmas Sidamulih. Screening ini menggunakan Kuesioner untuk mendeteksi indikasi infeksi menular seksual, yang mana lonjakan terjadi sepanjang Januari hingga Oktober 2025. Tiga kasus tambahan terdeteksi pada Oktober setelah adanya 35 kasus dari laporan awal "katanya".
Menurut Yadi, selain faktor perilaku seksual berisiko, kebanyakan penderita HIV dari data lama semenjak tahun 2017 mereka berhenti melakukan kontrol hingga lost follow-up. Dari sekitar 205 kasus yang tercatat pada 2017, sebagian tidak lagi mengakses pengobatan sehingga status mereka sulit dipantau.
Maka dari itu, kami Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran telah melakukan beberapa langkah, diantaranya:
1. Pelacakan dan Konseling Pasangan Berisiko (tracking): Mengidentifikasi pasangan atau jaringan pergaulan pasien positif, terutama pada kelompok LSL, untuk mencegah penyebaran lebih luas.
2. Pengobatan Antiretroviral (ARV) di Semua Puskesmas:
Hampir seluruh puskesmas di Pangandaran kini menjadi layanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP) sehingga pasien dapat mengakses ARV lebih mudah.
3. Edukasi ke Pelajar:
Fokus sosialisasi diarahkan ke SLTP dan SLTA karena dinilai merupakan kelompok yang rentan terpengaruh dan berpotensi terpapar perilaku berisiko.
4. Pemeriksaan Lanjutan:
Data hasil screening CKG yang menunjukkan indikasi HIV harus ditindaklanjuti dulu dengan pemeriksaan medis resmi, karena hasil kuesioner belum memastikan seseorang terinfeksi.
5. Menjaga Kerahasiaan Pasien:
Yadi menegaskan bahwa identitas 35 warga Padaherang yang terindikasi melalui screening tidak boleh dipublikasikan, bahkan kepada keluarga, kecuali atas kesadaran sendiri "katanya".
Menurut Yadi, penderita HIV yang tidak ditangani, dalam beberapa tahun kemudian akan berkembang menjadi Aquired Immunodeficiency Sindrome (AIDS). Kondisi ini menyebabkan daya tahan tubuh menurun drastis sehingga pengidap rentan terkena penyakit lain seperti TBC, infeksi kulit, hingga kondisi kronis lainnya. Meski belum dapat disembuhkan, terapi ARV dapat memperpanjang harapan hidup pasien hingga 15–20 tahun.
Yadi menegaskan bahwa Aquired Immunodeficiency Syndrome (HIV) bukan hanya persoalan kesehatan individu, tetapi juga isu kesehatan publik yang memerlukan kesadaran bersama. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak panik, namun tetap waspada dan berperan aktif dalam pencegahan "katanya".
Tambah Yadi, sebenarnya kasus HIV tidak hanya terjadi di Pangandaran saja, akan tetapi hampir di semua kabupaten/kota mengalaminya, yang terpenting bagaimana kita mencegah penularannya dan memastikan pasien mau terbuka untuk diperiksa dan diobati "ujarnya". (Hrs)

Updates.